Postingan

Catatan Satu

 Hari ke-17 bulan Januari 2022. Bukan hari yang spesial, tetapi perasaan saya sendiri yang merasa spesial. Ada rasa yang harus ditata dan tak boleh dibiarkan begitu saja. Saya sendiri tidak tahu bagaimana awalnya. Selama ini dalam diri saya tak pernah ada keinginan untuk membagi hati, meski ada banyak rasa kecewa pada suami. Tetapi saya sangat tahu diri. Saya paham bahwa surga saya ada pada ridhlo suami, apapun keadaannya. Dalam kondisi sulit pun saya tetap berusaha untuk menjaga hati dan diri saya. Dan hari ini saya sedang berjuang untuk mempertahankan itu semua. Saya yakin saya bisa jika saya mau. Meskipun saya tahu bukan hal yang mudah untuk itu. Pertemuan dengan teman lama ternyata benar dapat merusak sebagian rasa yang sudah ada. Awalnya saya tidak terlalu percaya, tetapi setelah saya mengalami persimpangan rasa, saya baru meyadarinya. Saya cukup paham, saya dapat mengendalikan semua ini asalkan saya mau. dan itu yang sedang saya lakukan hari ini. Mengurangi interaksi dan komunika

Rembulan Biru

Semburat langit yang menjingga Penanda waktu tlah berkuasa Tertampar diri mengingatnya Rembulan biru memenuhi hati Terbingkai dalam setangkup pesan Membayang semua angan Mencari penunjuk arah Untuk menemukan jalan pulang Berharap diri akan berjumpa Penguasa hati yang telah sirna
Tak Mau Main, Boleh, Tapi Tak Perlu Main Usir Teman. Namanya Aby. Umurnya baru 6 tahun. Selama ini ia memang jarang bergaul dengan teman-teman dirumah, selain karena pandemi juga karena ia baru saja pindah ke lingkungan itu. Aby sebenarnya anak yang ceria dan ramah. Ia juga supel dan mudah berteman. Namun demikian, karena ia lebih banyak berinteraksi dengan keluarganya, kadang kalau ngobrol dengan teman sebayanya sering membuat teman-temannya tidak paham dengan maksudnya. Itulah yang membuat Aby sulit diterima oleh teman-teman disekitar rumahnya. Begitu pula ketika Aby kemudian tahu, bahwa ada teman satu sekolah di RA yang tinggal didekat rumahnya. Awalnya si teman yang biasa disapa Amir ini yang berkunjung ke rumah Aby dan mengajak Aby bermain. Amir yang cara bicaranya sedikit berbeda dengan teman-teman lainnya diterima dengan senang hati oleh Aby. Hari berikutnya gantian Aby yang berkunjung kerumah Amir. Awalnya Aby biasa saja, tetapi selanjutnya, Aby seperti kalap. Berkali-kali berk

Pertemuan Awal Kita

Gambar
    Aku tidak begitu ingat bagaimana awalnya. Yang pasti waktu itu aku sedang belajar disalah satu kampus dan baru masuk semester dua. Masuk dikampus ini dengan program yang kujalani sebenarnya jauh panggang dari api. Aku tak pernah berangan apalagi mimpi. Aku bahkan merasa kecewa dengan diriku yang tak berhasil mewujudkan harapanku untuk masuk ke kampus negeri idamanku. Aku terpaksa mengubur mimpi -mimpi indahku kuliah dan menjadi sarjana. Pada kenyataannya aku hanya diterima di program Diploma Satu. Namun begitu, aku tetap bersungguh-sungguh belajar seperti apa adanya diriku. Dan itu terbukti dengan pencapaian nilai yang boleh dibilang diatas rata-rata. Aku juga berusaha untuk tetap bahagia dan bergembira untuk melupakan sesaat kekecewaan pada diriku sendiri. Memiliki banyak teman dikampus juga menjadi pengobat rasa kecewa itu. Ternyata, teman-teman dikelasku banyak yang senasib denganku, setidaknya ini sedikit banyak dapat membuka mata ku bahwa tidak hanya aku yang gagal masuk k
Gambar
 Ayunan Kosong Oleh : Anita Rakhmi, S.Pd. Tenang tak nampak terguncang Sepi tanpa ada isi Tetapi itu hanya sesaat Kosong dan tenang Ketika angin bertiup Mengayun dan menggoyang Seketika iramamu jadi tak beraturan Butuh seseorang untuk mengendalikan Agar gerakmu terarah dan tak menyusahkan Ayunan kosong tanpa isi Terus jadi pengingat diri

Edan

Akal sehat ini sepertinya sudah melemah, kalau boleh disebut begitu. Sepanjang 20 tahun bergelut dengan kerumitan tak berujung. Berawal dari kesalahan yang tak disadari. Berbekal keyakinan pada Allah yang akan menolong dan semua vaksin positif lainnya. Tapi setelah 20 tahun berlalu, jiwa ini benar-benar lelah. Ingin sekali berhenti melangkah, putar haluan, namun apa daya, keberadaan anak-anak membuat niat itu urung dilakukan. Edan, sepertinya kata ini yang paling tepat untuk menggambarkan keadaanku saat ini. Berpura-pura baik-baik saja. Menenangkan jiwa yang bergolak. Melawan semua prasangka. Kadang hanya bisa terpaku saja. Tak jelas mau berbuat apa, beban malu yang tak terperi, melengkapi semua derita diri. Jika hari ini aku masih dapat berdiri dan menyapa mentari. Itu karena aku benar-benar edan. Karena bila aku normal, tentu aku tak ada disini berkisah tentang lara hati. Ya, aku edan, karena tetap bertahan meski tak ada kondisi yang menyenangkan. Hanya karena mengakui Tuhan dan meya

PENAT

Samudera yang kulalui ternyata tak bertepi. Ibarat berlayar, entah kapan kapal ini akan berlabuh. Begitu banyak badai, gelombang dan angin yang menerpa. Banyak pula siasat yang harus diolah agar bahtera ini tak karam. Rumit, pelik dan melelahkan. Jika bukan karena keyakinan dan iman, jiwa ini mungkin tak mampu usir penat yang tak kunjung henti. Kesedihan tak sanggup lagi menggoyahkan raga. Air mata pun seakan tak ada artinya. Dayung harus tetap dikayuh, walau lelah terus mengusik nurani. Perjalanan panjang ini, menyeret seluruh akal sehatku dalam kisaran rasa tak tergambar. Setiap waktu yang berlalu seakan menyisakan ceritanya sendiri. Dalam renunganku, tak sanggup lagi ingatan ini mengeja berapa banyak luka dan suka yang telah lewat. Langkah ini tak mungkin kembali, tetap harus maju meski bukan hal yang mudah sama sekali. Tanggungjawab yang tersampir di pundak ini tak akan tergantikan apalagi dipindahkan. Walaup penat mendera, hanya yang Kuasa tempat bersandar dan meminta. Sinar sury